Haram
Bersifat Dengki dan Mencari-cari Kesalahan Orang Lain
Perhatikan firman Allah
SWT berikut ini: ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujuraat [49] : 12)
dan
HADITS KE-35
Dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda : “Kamu sekalian, satu sama lain Janganlah saling mendengki, saling
menipu, saling membenci, saling menjauhi dan janganlah membeli barang yang
sedang ditawar orang lain. Dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka tidak
boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya. Taqwa
itu ada di sini (seraya menunjuk dada beliau tiga kali). Seseorang telah
dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap
muslim haram darahnya bagi muslim yang lain, demikian juga harta dan
kehormatannya”.
[Muslim no. 2564]
Keterangan:
Kalimat “janganlah
saling mendengki” maksudnya jangan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang
lain. Hal ini adalah haram. Pada Hadits lain disebutkan:
“Jauhilah olehmu
sekalian sifat dengki, karena dengki itu memakan segala kebaikan seperti api
memakan kayu”.
Adapun iri hati ialah
tidak ingin orang lain mendapatkan nikmat, tetapi ada maksud untuk
menghilangkannya. Terkadang kata denngki dipakai dengan arti iri hati, karena
kedua kata ini memang pengertiannya hampir sama, seperti sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam dalam sebuah Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Mas’ud :
“Tidaklah boleh ada
dengki kecuali dalam dua perkara”.
Dengki yang dimaksud
dalam Hadits ini adalah iri hati.
Kalimat “jangan kamu
saling menipu” , yaitu memperdaya. Seorang pemburu disebut penipu, karena dia
memperdayakan mangsanya.
Kalimat “jangan kamu
saling membenci” maksudnya jangan saling melakukan hal-hal yang dapat
menimbulkan kebencian. Cinta dan benci adalah hal yang berkenaan dengan hati,
da manusia tidak sanggup untuk mengendalikannya sendiri. Hal itu sebagaimana
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Ini adalah bagianku
yang aku tidak sanggup menguasainya, Karena itu janganlah Engkau menghukumku
dalam urusan yang Engkau kuasai tetapi aku tidak menguasainya”.
Yaitu berkenaan dengan
cinta dan benci.
Kalimat “jangan kamu
saling menjauh” dalam bahasa arab adalah tadaabur, yaitu saling bermusuhan atau
saling memutus tali persaudaraan. Antara satu dengan yang lain saling
membelakangi atau menjauhi.
Kalimat “jadilah kamu
sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” maksudnya hendaklah kamu saling
bergaul dan memperlakukan orang lain sebagai saudara dalam kecintaan, kasih
sayang, keramahan, kelembutan, dan tolong-menolong dalam kebaikan dengan hati
ikhlas dan jujur dalam segala hal.
Kalimat “seorang muslim
itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka tidak boleh menzhaliminya,
menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya”. Yang dimaksud menelantarkan
yaitu tidak memberi bantuan dan pertolongan. Maksudnya jika ia meminta tolong
untuk melawan kezhaliman, maka menjadi keharusan saudaranya sesama muslim untuk
menolongnya jika mampu dan tidak ada halangan syar’i.
Kalimat “tidak
menghinakannya” yaitu tidak menyombongkan diri pada orang lain dan tidak
menganggap orang lain rendah. Qadhi ‘Iyadh berkata : “Yang dimaksud dengan
menghinakannya yaitu tidak mempermainkan atau membatalkan janji kepadanya”.
Pendapat yang benar adalah pendapat yang pertama.
Kalimat “taqwa itu ada
di sini (seraya menunjuk dada beliau tiga kali)”. Pada riwayat lain disebutkan
:
“Allah tidak melihat
jasad kamu dan rupa kamu, tetapi melihat hati kamu”.
Maksudnya,
perbuatan-perbuatan lahiriyah tidak akan mendapatkan pahala tanpa taqwa. Taqwa
itu adalah rasa yang ada dalam hati terhadap keagungan Allah, takut kepada-Nya,
dan merasa selalu diawasi. Pengertian, “Allah melihat” ialah Allah mengetahui
segala-galanya. Maksud Hadits ini ialah Allah akan memberinya balasan dan
mengadili, dan semua perbuatan itu dinilai berdasarkan niatnya di dalam hati.
Wallaahu a’lam.
Kalimat “seseorang telah
dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” berisikan
peringatan keras terhadap perbuatan menghina. Allah tidak menghinakan seorang
mukmin karena telah menciptakannya dan memberinya rezeki, kemudian Allah
ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dan semua yang ada di langit dan
bumi ditundukkan bagi kepentingannya. Apabila ada peluang bagi orang mukmin dan
orang bukan mukmin, maka orang mukmin diprioritaskan. Kemudian Allah, menamakan
seorang manusia dengan muslim, mukmin, dan hamba, kemudian mengirimkan Rasul
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepadanya. Maka siapa pun yang
menghinakan seorang muslim, berarti dia telah menghinakan orang yang dimuliakan
Allah.
Termasuk perbuatan
menghinakan seorang muslim ialah tidak memberinya salam ketika bertemu, tidak
menjawab salam bila diberi salam, menganggapnya sebagai orang yang tidak akan
dimasukkan ke dalam surga oleh Allah atau tidak akan dijauhkan dari siksa
neraka.
Entah mengapa, ada dari
kita yang selalu punya kecenderungan untuk menjadi sosok yang gemar
sekali mencari-cari kesalahan orang lain. Lihat saja betapa mudahnya seseorang
menuntut dan mengkritik orang lain. Sebenarnya boleh-boleh saja mengkritik teman
atau siapa pun, tapi dalam menyampaikan kritik, saran atau sebuah koreksi,
sebaiknya kita tetap menghormati orang yang kita kritik. Karena itu dalam
menyampaikan informasi yang sifatnya sebuah koreksi, sebaiknya kita
menyampaikannya dengan cara yang baik, ramah dan lembut. Dan jangan
pernah menyampaikan dengan cara yang langsung menyudutkan dan menyalahkan,
tapi kemukakanlah pendapat kita dengan cara yang baik, santun dan bijak.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata yang baik atau
diam” (Muttafaq ‘Alaihi) Lalu dalam hadist lain disebutkan: “Allah
SWT memberi rahmat keapda orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan,
atau diam lalu mendapat keselamatan.” (HR. Ibnul Mubarak)
Demikianlah, lidah
seseorang itu sangat berbahaya sehingga dapat mendatangkan banyak kesalahan.
Imam Ghazali telah menghitung ada 20 bencana karena lidah antara lain berdusta,
ghibah (membicarakan orang lain), adu domba, saksi palsu, sumpah palsu, berbicara
yang tidak berguna, menertawakan orang lain, menghina orang lain, mencari-cari
kesalahan orang lain, dsb.
Kita juga harus
memeriksa kembali apa motif kita mengkritik (tanyakan dengan
jujur pada diri sendiri). Dan tanyakan juga apa keuntungan yang kita raih
setelah mengkritik dan mencari-cari kesalahan orang lain. Karena, apabila
yang namanya kritik itu, hanyalah sebuah upaya untuk menonjolkan konsep tentang
diri sendiri. Atau kadang untuk membuktikan bahwa kita lebih pintar
dari orang yang kita kritik (yang kita cari-cari kesalahannya, kelemahannya).
Jika motif kita seperti itu, maka segeralah berhenti untuk mengkritik dan
mencari-cari kesalahan orang lain. Ketahuilah, tidak ada orang yang luput dari
salah dan khilaf, dan begitupun diri kita.
Daripada kita terus
menerus menyibukkan dan melelahkan diri kita dengan mengorek-ngorek dan
mencari-cari kesalahan dan kelalaian orang lain, yang bisa kita jadikan senjata
untuk menyerangnya, bukankah lebih baik
kita berpikir positif. Coba tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, sudah
mampukah kita berbuat lebih baik dari orang yang kita kritik atau kita
cari-cari kesalahannya?
Kita sebagai umat islam
tidak berhak untuk mencari-cari kesalahan orang lain lalu menyebarkannya
apalagi berusaha mempermalukan orang tersebut didepan umum, dengan menggunakan
ilmu/kepandaian kita.
Perhatikan sabda
Rasulullah SAW berikut ini: ”Aku peringatkan kepada kalian tentang
prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling bohong,
dan janganlah kalian berusaha untuk mendapatkan informasi tentang kejelekan dan mencari-cari
kesalahan orang lain, jangan pula saling dengki, saling benci, saling
memusuhi, jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (H.R Bukhari, no
(6064) dan Muslim, no (2563).
Perhatikan sabda
Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para
sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw:
“engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak disukainya. Kata
para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang
dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW: Jika apa yang kamu bicarakan
benar-benar ada padanya maka kamu telah mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu
bicarakan tidak ada padanya maka kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR
Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)
Abdullah bin Umar ra
menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, ” suatu hari Rasulullah SAW naik ke
atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi :”Wahai sekalian orang yang
mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam
hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah
menjelekkan mereka, jangan mencari cari aurot mereka. Karena orang yang
suka mencari cari aurot saudaranya sesama muslim, Allah akan mencari cari
aurotnya. dan siapa yang dicari cari aurotnya oleh Allah, niscaya Allah
akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya (HR. At
Tirmidzi no. 2032, HR. Ahmad 4/420. 421, 424 dan Abu Dawud no. 4880.
hadits shahih) (keterangan: yang dimaksud dengan aurot disini
adalah aib/cela atau cacat, kejelekan dan kesalahan. Dilarang mencari
cari kejelekan/kesalahan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada
manusia – tuhfatul Ahwadzi).
Dari hadits di atas
dapat digambarkan dengan jelas pada kita betapa besarnya kehormatan
seorang muslim. Sampai sampai ketika suatu hari Abdullah bin Umar ra memandang
Ka’bah, ia berkata: ” Alangkah agungnya engkau dan besarnya
kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya disisi Allah
darimu. (HR Tirmidzi no. 2032)
Jadi, sebaiknya kita
memelihara perkataan dan perbuatan kita, memang tampaknya enak dan menyenangkan
mengkritik orang lain, apalagi bila kita bisa menemukan celah dari
hasil kita mengorek-ngorek kesalahan orang yang kita kritik, karena
hal tersebut bisa kita jadikan senjata untuk melontarkan kritik kita. Tapi
sebelum itu semua, cobalah terlebih dulu berusaha menjadi orang yang kita
kritik, sangat penting untuk “melakukan sama persis, semua hal yang
dilakukan orang yang kita kritik dan yang kita cari-cari kesalahannya”
kita buktikan terlebih dahulu hasil pencapaian kita, apakah
hasil yang kita capai sebaik dia, lebih baik dari dia, atau lebih
buruk dari dia. Jikapun hasil yang kita capai lebih baik, apakah lalu kita akan
menjelek-jelekkan yang lain....??
Bagi seorang mukmin yang
senantiasa merasa diawasi oleh Allah, wajib mengerti bahwa “perkataan” itu
termasuk amalannya yang kelak akan dihisab: amalan baik maupun buruk. Karena
pena Ilahi tidak meng-alpakan, tidak pernah lalai ataupun menghapuskan satupun
perkataan yang diucapkan manusia. Ia pasti mencatat dan memasukkannya ke dalam
buku amal. Ingatlah bahwa semuanya, kelak harus kita pertanggungjawabkan.
Semoga hal ini menjadi
koreksi bagi kita agar kita menjadi lebih Bijak.
Salam.
AW