Jumat, 26 Juli 2013

Haram Bersifat Dengki dan Mencari-cari Kesalahan Orang Lain



Haram Bersifat Dengki dan Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lainAdakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujuraat [49] : 12) 

dan

HADITS KE-35
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Kamu sekalian, satu sama lain Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling menjauhi dan janganlah membeli barang yang sedang ditawar orang lain. Dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya. Taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada beliau tiga kali). Seseorang telah dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram darahnya bagi muslim yang lain, demikian juga harta dan kehormatannya”.
[Muslim no. 2564]

Keterangan:
Kalimat “janganlah saling mendengki” maksudnya jangan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain. Hal ini adalah haram. Pada Hadits lain disebutkan:
“Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, karena dengki itu memakan segala kebaikan seperti api memakan kayu”.

Adapun iri hati ialah tidak ingin orang lain mendapatkan nikmat, tetapi ada maksud untuk menghilangkannya. Terkadang kata denngki dipakai dengan arti iri hati, karena kedua kata ini memang pengertiannya hampir sama, seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sebuah Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud :
“Tidaklah boleh ada dengki kecuali dalam dua perkara”.
Dengki yang dimaksud dalam Hadits ini adalah iri hati.

Kalimat “jangan kamu saling menipu” , yaitu memperdaya. Seorang pemburu disebut penipu, karena dia memperdayakan mangsanya.

Kalimat “jangan kamu saling membenci” maksudnya jangan saling melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kebencian. Cinta dan benci adalah hal yang berkenaan dengan hati, da manusia tidak sanggup untuk mengendalikannya sendiri. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Ini adalah bagianku yang aku tidak sanggup menguasainya, Karena itu janganlah Engkau menghukumku dalam urusan yang Engkau kuasai tetapi aku tidak menguasainya”.
Yaitu berkenaan dengan cinta dan benci.

Kalimat “jangan kamu saling menjauh” dalam bahasa arab adalah tadaabur, yaitu saling bermusuhan atau saling memutus tali persaudaraan. Antara satu dengan yang lain saling membelakangi atau menjauhi.
Kalimat “jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” maksudnya hendaklah kamu saling bergaul dan memperlakukan orang lain sebagai saudara dalam kecintaan, kasih sayang, keramahan, kelembutan, dan tolong-menolong dalam kebaikan dengan hati ikhlas dan jujur dalam segala hal.

Kalimat “seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya”. Yang dimaksud menelantarkan yaitu tidak memberi bantuan dan pertolongan. Maksudnya jika ia meminta tolong untuk melawan kezhaliman, maka menjadi keharusan saudaranya sesama muslim untuk menolongnya jika mampu dan tidak ada halangan syar’i.

Kalimat “tidak menghinakannya” yaitu tidak menyombongkan diri pada orang lain dan tidak menganggap orang lain rendah. Qadhi ‘Iyadh berkata : “Yang dimaksud dengan menghinakannya yaitu tidak mempermainkan atau membatalkan janji kepadanya”. Pendapat yang benar adalah pendapat yang pertama.

Kalimat “taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada beliau tiga kali)”. Pada riwayat lain disebutkan :
“Allah tidak melihat jasad kamu dan rupa kamu, tetapi melihat hati kamu”.
Maksudnya, perbuatan-perbuatan lahiriyah tidak akan mendapatkan pahala tanpa taqwa. Taqwa itu adalah rasa yang ada dalam hati terhadap keagungan Allah, takut kepada-Nya, dan merasa selalu diawasi. Pengertian, “Allah melihat” ialah Allah mengetahui segala-galanya. Maksud Hadits ini ialah Allah akan memberinya balasan dan mengadili, dan semua perbuatan itu dinilai berdasarkan niatnya di dalam hati. Wallaahu a’lam.

Kalimat “seseorang telah dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” berisikan peringatan keras terhadap perbuatan menghina. Allah tidak menghinakan seorang mukmin karena telah menciptakannya dan memberinya rezeki, kemudian Allah ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dan semua yang ada di langit dan bumi ditundukkan bagi kepentingannya. Apabila ada peluang bagi orang mukmin dan orang bukan mukmin, maka orang mukmin diprioritaskan. Kemudian Allah, menamakan seorang manusia dengan muslim, mukmin, dan hamba, kemudian mengirimkan Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepadanya. Maka siapa pun yang menghinakan seorang muslim, berarti dia telah menghinakan orang yang dimuliakan Allah.

Termasuk perbuatan menghinakan seorang muslim ialah tidak memberinya salam ketika bertemu, tidak menjawab salam bila diberi salam, menganggapnya sebagai orang yang tidak akan dimasukkan ke dalam surga oleh Allah atau tidak akan dijauhkan dari siksa neraka.

Entah mengapa, ada dari kita  yang selalu punya kecenderungan untuk menjadi sosok yang gemar sekali mencari-cari kesalahan orang lain. Lihat saja betapa mudahnya seseorang menuntut dan mengkritik orang lain. Sebenarnya boleh-boleh saja mengkritik teman atau siapa pun, tapi dalam menyampaikan kritik, saran atau sebuah koreksi, sebaiknya kita tetap menghormati orang yang kita kritik.  Karena itu dalam menyampaikan informasi yang sifatnya sebuah koreksi, sebaiknya kita menyampaikannya dengan cara yang baik, ramah dan lembut. Dan jangan pernah menyampaikan dengan cara yang langsung menyudutkan dan menyalahkan, tapi kemukakanlah pendapat kita dengan cara yang baik, santun dan bijak.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaq ‘Alaihi)   Lalu dalam hadist lain disebutkan: “Allah SWT memberi rahmat keapda orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan, atau diam lalu mendapat keselamatan.” (HR. Ibnul Mubarak)

Demikianlah, lidah seseorang itu sangat berbahaya sehingga dapat mendatangkan banyak kesalahan. Imam Ghazali telah menghitung ada 20 bencana karena lidah antara lain berdusta, ghibah (membicarakan orang lain), adu domba, saksi palsu, sumpah palsu, berbicara yang tidak berguna, menertawakan orang lain, menghina orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain, dsb.

Kita juga harus memeriksa kembali apa motif kita mengkritik (tanyakan dengan jujur pada diri sendiri). Dan tanyakan juga apa keuntungan yang kita raih setelah mengkritik dan mencari-cari kesalahan orang lain. Karena, apabila yang namanya kritik itu, hanyalah sebuah upaya untuk menonjolkan konsep tentang diri sendiri.  Atau kadang untuk membuktikan bahwa kita lebih pintar dari orang yang kita kritik (yang kita cari-cari kesalahannya, kelemahannya). Jika motif kita seperti itu, maka segeralah berhenti untuk mengkritik dan mencari-cari kesalahan orang lain. Ketahuilah, tidak ada orang yang luput dari salah dan khilaf, dan begitupun diri kita.

Daripada kita terus menerus menyibukkan dan melelahkan diri kita dengan mengorek-ngorek dan mencari-cari kesalahan dan kelalaian orang lain, yang bisa kita jadikan senjata untuk menyerangnya, bukankah lebih baik kita berpikir positif. Coba tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, sudah mampukah kita berbuat lebih baik dari orang yang kita kritik atau kita cari-cari kesalahannya?

Kita sebagai umat islam tidak berhak untuk mencari-cari kesalahan orang lain lalu menyebarkannya apalagi berusaha mempermalukan orang tersebut didepan umum, dengan menggunakan ilmu/kepandaian kita.

Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Aku peringatkan kepada kalian tentang prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling bohong, dan janganlah kalian berusaha untuk mendapatkan informasi tentang kejelekan dan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan pula saling dengki, saling benci, saling memusuhi, jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (H.R Bukhari, no (6064) dan Muslim, no (2563).

Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw: “engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak disukainya. Kata para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW: Jika apa yang kamu bicarakan benar-benar ada padanya maka kamu telah mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu bicarakan tidak ada padanya maka kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)

Abdullah bin Umar ra menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, ” suatu hari Rasulullah SAW naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi :”Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman  itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum  muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari cari aurot  mereka. Karena orang yang suka mencari cari aurot saudaranya sesama  muslim, Allah akan mencari cari aurotnya. dan siapa yang dicari cari  aurotnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya (HR. At Tirmidzi no. 2032, HR. Ahmad 4/420. 421, 424 dan Abu Dawud no. 4880.  hadits shahih)  (keterangan: yang dimaksud dengan aurot disini adalah aib/cela atau cacat, kejelekan dan kesalahan. Dilarang mencari cari kejelekan/kesalahan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada manusia – tuhfatul Ahwadzi).

Dari hadits di atas dapat digambarkan dengan jelas pada kita betapa besarnya kehormatan  seorang muslim. Sampai sampai ketika suatu hari Abdullah bin Umar ra memandang Ka’bah, ia berkata: ” Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya disisi Allah darimu. (HR Tirmidzi no. 2032)


Jadi, sebaiknya kita memelihara perkataan dan perbuatan kita, memang tampaknya enak dan menyenangkan mengkritik orang lain, apalagi bila kita bisa menemukan celah dari hasil kita mengorek-ngorek kesalahan orang yang kita kritik, karena hal tersebut bisa kita jadikan senjata untuk melontarkan kritik kita. Tapi sebelum itu semua, cobalah terlebih dulu berusaha menjadi orang yang kita kritik, sangat penting untuk “melakukan sama persis, semua hal  yang dilakukan orang yang kita kritik dan yang kita cari-cari kesalahannya”  kita buktikan terlebih dahulu hasil pencapaian kitaapakah hasil yang kita capai sebaik dia, lebih baik dari dia, atau lebih buruk dari dia. Jikapun hasil yang kita capai lebih baik, apakah lalu kita akan menjelek-jelekkan yang lain....??

Bagi seorang mukmin yang senantiasa merasa diawasi oleh Allah, wajib mengerti bahwa “perkataan” itu termasuk amalannya yang kelak akan dihisab: amalan baik maupun buruk. Karena pena Ilahi tidak meng-alpakan, tidak pernah lalai ataupun menghapuskan satupun perkataan yang diucapkan manusia. Ia pasti mencatat dan memasukkannya ke dalam buku amal. Ingatlah bahwa semuanya, kelak harus kita pertanggungjawabkan.


Semoga hal ini menjadi koreksi bagi kita agar kita menjadi lebih Bijak.

Salam.

AW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar